Matsani

Matsani
Orang Bisa Kita Harus Bisa

Minggu, 07 November 2010

”CINTA BUDAYA, CINTA ANAK BANGSA” BY MATSANI

”CINTA BUDAYA, CINTA ANAK BANGSA”
Gbr. 1. Anak mencari ikan Gbr. 2. Anak mengembala kerbau
melalui budaya Merebe






Gbr. 3. Anak mengayam tikar (kerajinan tangan)

Kayuagung, Sumatera Selatan ” Dua orang anak warga desa Lubuk Dalam Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mendapatkan beasiswa dan hadiah serta sekolah gratis dari Bupati OKI atas hasil karya kerajinannya dalam memajukan budaya Ngayam Tikar Kabupaten OKI di dunia luar Tanah Air ” Sumeks 1 Januari 2010
Itulah kabar berita yang sangat mengharukan dan jarang terjadi dimasa yang penuh dengan kemodernisasian ini. Tidak jarang bahwa anak kita selalu bermain bersuka ria dengan di temani oleh teknologi yang begitu bersahabat terhadap anak. Fakta yang terjadi, bermain Playstation bercakap-cakap dengan telepon genggam, berpandangan dengan televisi bahkan disalah funsikan untuk menonton film orang dewasa serta memakai obat-obatan terlarang yang bisa mematikan generasi penerus adalah makanan sehari-hari.
Tentunya kebiasaan negatif di atas adalah suatu kebiasaan yang mutlak menjadi perusak generasi penerus sebagai salah satu bibit-bibit penopang negara untuk maju, akan tetapi terkadang apabila mereka di berikan pertanyaan ” Apakah di tempat anda banyak terdapat kebudayaan?. Lalu mereka pasti menjawab ” Negara kami kaya akan kebudayaan dengan berjuta-juta pesona budaya dari Sabang sampai Marauke ”. Kemudian diberi pertanyaaan lagi ”Mengapa anda tidak ikut berpatisipasi dalam budaya yang ada di tempat anda?. Berdasarkan Voting dan faktanya mereka kebanyakan menjawab ” Untuk selalu mengagung-agungkan kebesaran budaya masa silam sudah bukan waktunya lagi, Mempelajari kebudayaan masa lalu hanya sebagai pengalaman, pengetahuan, dan sejarah [historis] saja dan itu merupakan suatu hal yang sangat tertinggal sekali di zaman modern seperti sekarang ini ”.
Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah lontaran pertanyaan yang diucapkan oleh Gubernur Sumatera Selatan pada tahun 2005 yaitu Syahrial Oesman ketika bertanya kepada salah satu siswa SMA yang status sekolahnya tercanggih dan terkenal di Sumatera Selatan dalam acara Pemilihan Kontes Bujang Gadis Palembang. Ironis sekali bukan, apakah ini yang dinamakan cinta terhadap budaya, padahal tanpa budaya kita bagaikan hidup diatas hamparan pasir dan berlayar di lautan yang monoton tidak ada uniknya.

Peradaban Budaya Dulu terhadap Budaya Sekarang
Realita budaya dulu setelah dipikir-pikir memang sangat jauh sekali radius perbandingannya dengan budaya sekarang. Dahulu kepala suku, sekarang kepala desa, dulu surat pos sekarang SMS, dulu batu sekarang besi, dulu tenaga sekarang mesin, terkadang jika kita berkata dulu tentu sorakan anak-anak kecil seperti TK dan SD bermunculan berhembus-hembus layaknya orang dewasa.
Tetapi faktanya, apakah bisa dimasa-masa sekarang anak-anak bermain Pentak Umpet, terus bermain kelereng di pinggir sungai?. Lalu apakah orang-orang dewasa mau menghadiri acara Nengkok, dan Lelang Kue?. Sungguh aneh sekali kata-kata tersebut terdengar , terlihat di mata dan telinga kita. Sesuai dengan kata Tukul ” Itukan Dulu ” kemudian kata-kata dari fens beratku Mbah Surip ” Wong Deso ( orang desa )”. Orang yang sudah terkategori tuapun yang semasa kecilnya hidup dengan berkebudayaan mengatakan bahwa lain dahulu lain sekarang.
Tetapi, “sikap selalu mengagungkan kebesaran masa sekarang adalah “sikap defensif dan apologetis tanpa menoleh kebelakang. Mental defensif dan apologetis dalam banyak hal tidak selalu menguntungkan karena berpikir secara reaktif, tidak kreatif. Sikap dan mental defensif dan sikap apologetis hanya memberikan “kepuasaan” sementara dan kebanggaan semu, tetapi tidak memberikan fungsi sebenarnya kepada akal. Karena itu, dalam rangka pengembangan kebudayaan asri, akal harus difungsikan secara kreatif untuk menghasilkan karya-karya yang mengukuhkan eksistensi pilar-pilar masa depan bangsa khususnya pada anak sendiri. Untuk itu, kebesaran masa lalu memang harus dipelajari secara seksama, bukan untuk didengungkan dan membuat kita terlena, tetapi dengan pelajaran dan pengalaman masa lalu itu kita harus membuat era kejayaan yang baru untuk masa sekarang dan masa akan datang.
Kesempatan-kesempatan baik bagi negaraku untuk maju semakin terbuka juga dengan telah bangkitnya budaya-budaya tradisional dari cengkraman kepunahan. Selain itu, telah didirikan dinas-dinas pariwisata untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa secara internasional, yang sangat berguna bagi forum dialog dalam merundingkan budaya kita agar tetap lestari dan berkembang.
Proses kebangkitan kebudayaan-kebudayaan lampau makin terasa. Ini tidak lain karena kebudayaan itu sendiri yang menjadi salah satu etos pemikiran bagi anak. Energi, vitalitas dan etos inilah yang memberi semangat “renaissance” kebudayaan di kalangan anak dewasa ini. Menarik apa yang ditulis seorang guru besar dari universitas McGill, Charles J. Adams, bahwa :
”Tercapainya kemerdekaan politik dan berkembangnya kesadaran nasional di bangsa disertai satu renaissance kebudayaan”
Maka, jika dikaitkan dengan situasi dunia dewasa ini, apa yang ditulis Adams, agaknya tidak jauh berbeda, bahkan itulah yang sebenarnya terjadi: kebangkitan bangsa dan negara dengan renaissance kebudayaannya.
Khurshid Ahmad, berbicara tentang “kita berjuang, dana masa depan bangsa`adalah budaya dan islam” ketika mengantarkan buku karya Abul A’la Maududi Islam Today, agaknya hal itu bukan suatu ilusi. Sebab tak kurang dari seorang G.B. Shaw meramalkan bahwa budaya akan dapat menancapkan eksistensinya di Indonesia, juga berbicara tentang daya-tarik budaya, vitalitasnya yang mengagumkan, dan kapasitas asimilasi budaya terhadap perubahan-perubahan dari eksistensi ini.
Toynbee [1889-1975 M] bahwa “masa depan dari negara-negara besar di dunia sekarang ini, tergantung pada apa yang mereka perbuat bagi budayanya, di dalam abad di mana kita hidup”[29]. Di bagian lain, Toynbee mengatakan, bahwa : “Sekarang ini pengharapan kita untuk menolong peradaban dunia hanya tinggal kepada budaya yang masih sehat, kuat, belum telumuri kebenarannya dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dibawanya sebagai modal untuk menolong seluruh dunia kemanusiaan”
“ Cinta Budaya, Cinta Anak Bangsa” tentu kita pernah mendengar pepatah tersebut. Pepatah yang disebutkan oleh presiden kedua kita yaitu Bapak Soeharto mengungkapkan bahwa betapa pentingnya akan suatu budaya di mata anak-anak sebagai regenerasi pemimpin bangsa. Begitu pentingnya realita budaya itu sehingga banyak orang-orang seberang atau tetangga ingin mengambilnya meskipun harus bersengketa. Wajar saja orang ingin mengambil budaya kita, sebab majunya suatu negara tergantung pada kecintaan kita kepada budaya ( Dr. Soepomo ).
Akan tetapi, mengapa dengan negaraku yang kaya akan kebudayaan tidak ingin menunjukkan kebudayaannya dengan berkembang dan mampu besaing di dunia luar ?. Tentu sejak lahir kita sudah mengenal budaya, bahkan ketika kita lahirpun dibesarkan melalui realita budaya. Lalu mengapa setelah kita dewasa dan sudah berpangkat tinggi lupa dengan kebudayaan yang telah membesarkan mereka?. Mungkin beberapa kalangan-kalangan menganggap bahwa budaya tersebut adalah muncul berdasarkan pemikiran orang-orang terdahulu. Tetapi tanpa mereka tentu kita tidak akan dapat menikmati betapa indahnya alam bahana ini. Tingkah laku, sikap, dan aturan-aturan hukum semula bermula muncul dari budaya yang bertahap berevolusi menjadi peraturan hukum.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sebagian besar realita budaya sekarang telah mengecewakan anak-anak Indonesia mulai dari para pemimpin sampai dengan peradaban ala kebarat-baratan yang berujung suatu kericuhan dan kehancuran. Seperti kasus di Bali, akibat masuknya budaya orang-orang asing ( luar ) menjadikan pulau kita hancur, korban berjatuhan sampai sebagian regenerasi kitapun terlibat harus berkurang. Apakah ini yang dinamakan negara yang maju dengan hidup tanpa kebudayaan asal. Sungguh ironis sekali bukan, orang-orang tersebut tidak merasa puas dengan apa yang ada pada kebudayaan asri kita dengan mengimpor fashion orang asing. Hasilnya anak-anak kecil seumur dua tahunpun sudah tahu dan lebih paham tentang seks bebas, film porno, berpakaian you can see yang berarti pikirannya sudah di doktrin untuk berlaku seperti orang dewasa. Sekarang kenyataannya sudah terbalik bukan, jika orang dewasa mampu berbuat negatif namun anak-anak juga lebih mampu mengaplikasikan tentang apa yang mereka lihat dari orang dewasa.
Di daerahku yaitu di Propinsi Sumatera Selatan, beberapa waktu yang lalu tengah gempar-gemparnya kasus pemerkosaan terhadap anak seumur SD. Salah satu hal yang menyedihkan dibenakku adalah dimana dua orang anak SD melaksanakan pernikahan akibat melakukan hubungan inti di sekolah yang berumur 11 tahun dengan dibekali kandungan bayi tiga bulan. Aneh bukan, anak yang semestinya bersekolah, menuntut ilmu , dan cikal bakal mengantikan para pemimpin bangsa serta harapan bangsa harus terbelanglai dengan berumah tangga.
Awalnya kita yakin bahwa dengan berbaur dengan dunia luar akan meningkatkan daya saing kita setidaknya mampu menunjukkan potensi anak bangsa ddunia luar , akan tetapi malah memutuskan harapan mereka untuk dapat membangun negara kita kedepan. Namun kenyataan berkata lain bahwa banyak orang beranggapan bahwa hal tersebut terjadi disebabkan kebudayaan kita yang tidak mampu berkembang dan mengiringi kemajuan zaman. Seperti halnya musik grup band yang begitu gemparnya menumbuhkan sikap minat orang-orang seiring berkembaangan zaman sekarang. Tetapi apa yang terjadi?, banyak anak-anak yang mati akibat operdosis narkoba, pergaulan bebas dan waktunya habis dengan bersenang-senang saja. Akhirnya banyak harapan bangsa yang terbuang begitu saja.
Namun dengan adanya kejadian tersebut, masih ada sisi baik dan makna yang dapat aku petik yaitu saat problema itu sedang berkumandang, banyak anak-anak yang sadar bahwa kita harus mengikuti perkembangan zaman dimana jangan sampai kita melupakan kebudayaan yang telah membesarkan kita sewaktu kecil. Semoga pendapat tersebut juga merupakan pendapat dari para pemimpin bangsa sebagai wakil harapan rakyat Indonesia.

Hal-hal yang membangunkan kecintaanku terhadap budayaku
Sebenarnya jika kita melihat kembali kebiasaan masa silam tentang sejarah munculnya suatu kebudayaan, banyak sekali hal-hal yang dapat kita realisasikan di kehidupan sekarang. Kejadian, kehidupan dan kebiasan masa sekarang tidak mungkin bisa seperti kejadian, kehidupan dan kebiasaan pada masa lampau, akan tetapi sebaliknya kejadian, kehidupan dan kebiasaan masa lampau mungkin bisa seperti kejadian, kehidupan dan kebiasaan masa sekarang. Oleh karena itu banyak orang terdahulu berkata seperti Nanguning yang merupakan tokoh adat dari Sumatera Selatan (1940 ) “ maju tidaknya peradaban negara kedepan bergantung pada kecintaan rakyat atau pemimpin terhadap budaya dan anak bangsa ”.
Dari ungkapan diataslah, setitik demi setitik kesedihanku terhapuskan. Keinginanku untuk mencintai budayapun sudah mampu mempengaruhi pemimpin-pemimpin bangsa sekarang. Hatiku tergugah Ketika gubernur Sumatera Selatan sekarang yaitu Alex Noerdin berkata di PalTV hari Jum’at tanggal 2 Desembeer 2009 berkata “ cintailah budaya seperti kita mencintai anak kandung kita sendiri”. Betapa senang hatiku layaknya ingin segala kekayaan alam kumiliki sebab ada juga orang yang peduli dengan budayaku tercinta ini. Hal yang samapun juga datang dari artis terdahulu yaitu Helmi Yahya dan Annuar Puadi. Mereka mengatakan bahwa budayaku sangat unik dan indah seperti anakku yang berumur 1 tahun yang dapat ditimang-timang. Selain itu, Jhosua (penyanyi cilik)pun menginginkan arek-arek budaya dahulu tetap lestari di masa sekarang, ketika konser di Palembang tahun 2001.
“ Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan dan peradaban ” . Kalimat tersebut tertera jelas dalam UUD 1945 tepatnya pasal 28I ayat ke-3 yang dua kali diamandemen. Dari bunyi pasal tersebut tentunya telah disebutkan sebelumnya bahwa kebudayaan masa lampau harus kita hormati dan di selaraskan dengan peradaban masa sekarang. Artinya meskipun kita hidup di zaman yang serba modern ini, penuh dengan daya saing dunia luar kita mesti tetap mencintai dan melestarikan kebudayaan terdahulu walaupun mesti ketinggalan dengan masa teknologi “ WAH” sekarang. Tidak ada lagi sikap deskrimminatif terhadap kebudayaan lampau dengan sekarang sebab dua-duanya harus selaras.
Sekarang yang masih ada pertanyaan dibenakku adalah apakah ada budayaku sekarang ini yang ingin melestarikannya?. Jawaban yang hingga saat ini masih belum dapat dianggap pasti karena harus diiringi dengan pengorbanan dan kesabaran terhadap cemoohan serta caci-maki dari orang-orang yang merupakan anak modenisasi penuh politik.

Kesimpulan Jawaban Atas Semua Pertanyaan dibenakku
Dari permasalahan-permasalahan diatas tentunya merupakan tanggung jawab kita semua sebagai baik sebagai pemimpin maupun anak bangsa dengan selau berpikir positif, mau dikemanakan budaya kita. Apakah harus dilestarikan atau dibiarkan. Status bukanlah hal yang menjadi penghalang kita untuk melestarikan kebudayaan yang dahulu. Meskipun status kita sebagai anak-anak, tidak menutup kemungkinan kita, untuk melestarikan budaya-budaya karena siapa lagi yang akan menjaga dan mengembangkannya kecuali kita. Apalagi sekarang ini didukung oleh Peraturan Perundang-Undangan tentang hak kita untuk melestarikan budaya lama dan tentu sebagian besar para pejabat-pejabat masih peduli dengan kondisi budaya kita. Memang dimasa sekarang kemungkinan sedikit, anak-anak peduli terhadap budaya kebanyakan tidak peduli. Karena mungkin mereka sewaktu kecil hidup ditempat yang memang disana sangat minim sekali akan kebudayaan. Begitupun orang tuanya sibuk dengan pekerjaannya di luar kota sehingga tidak sempat merealisasikan realita budaya-budaya di mata mereka. Selain itu kehidupan mereka juga ketika kecil mungkin tidak bebas dan menetap dirumah saja sehingga wawasannya kurang akan kebudayaan. Tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan mereka untuk melestarikan kebudayaan sebab setelah mereka tahu akan pentingnya kebudayaan lama maka mereka juga akan bertekad untuk melestarikannya.
Hal diatas sesuai dalam UUD 1945 setelah mengalami perubahan tepatnya pada Pasal 28C ayat 1 menyatakan bahwa.
“ Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia** )
Sekarang hatiku mulai terbuka untuk menerima bahwa sebenarnya orang dewasa yang mempunyai pikiran lebih dan jabatan begitu banyak yang memperhatikan serta peduli terhadap kebudayaan kita. Kasus Bom di Bali merupakan suatu bentuk rasa cinta rakyat terhadap budaya kita guna menyingkirkan budaya asing masuk ke Indonesia meskipun dengan cara yang berbeda dari apa yang kita harapkan. Tetapi tentunya mereka telah memikirkan hal yang terbaik bagi kita untuk dapat menyalurkan aspirasi dan pendapat tentang arti penting budaya. Coba bayangkan jika tidak ada kepedulian mereka terhadap budaya, tentu kebudayaan yang kita cintai akan lenyap begitu saja. Bukankah itu justru lebih baik walaupun menimbulkan kekacauan.
Sekarang yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara kita untuk mengkolaborasikan antara pemikiran anak dengan pemikiran orang dewasa guna melestarikan budaya dikemudian hari. Samakan kehendak tujuan kita berdasarkan atas persatuan semboyan Bhinneka Tunggal Ika walaupun kita berada dimanapun, suku, ras, budaya, pulau, agama dan sebagainya namun tetap satu jua yaitu Indonesia. Tentunya budaya yang ada di pulau Kalimantan adalah kebudayaan kita juga. Kita tetap membangun bangsa kita bukan hanya di bidang budaya tetapi disegala bidang harus kita kembangkan karena kita adalah regenerasi pewaris budaya dan sebagainya kedepan. Jadi, tidak dapat diragukan lagi bahwa jika kita betul-betul cinta terhadap budaya dan anak bangsa maka tanpa keraguan juga hasilnya mampu memberikan perubahan-perubahan positif bagi kemajuan bangsa Indonesia yang tentunya sesuai dengan apa–apa yang kita harapkan selama ini. Indonesia kaya akan pesona budaya dari Sabang sampai Marauke.
Read more »

Kamis, 22 Juli 2010

Matsani SMAN 3 Unggulan OKI SUMSEL: Matsani Hanyalah Orang Desa yang terpencil Desa Lu...

Matsani SMAN 3 Unggulan OKI SUMSEL: Matsani Hanyalah Orang Desa yang terpencil Desa Lu...: "tidak semua orang dapat melihat identitas seseorang dengan suatu penampilan melainkan suatu pandangan ehhh benar atau tidak itulah aku"


Aku dibesarkan diatas perut bumi ketika aku masih bayi dalam kandungan ibuku tersayang. saat itu aku masih terbelenggu oleh rahim yang merupakan tubuh dari sang bunda., kutahu ternyata itu adalah fenomena ketika aku hendak menyentuhkan rambaut dikepala terhadap Oksigen yang telah lama aku nantikan kehadirannya.
Read more »

Rabu, 21 Juli 2010

Matsani Hanyalah Orang Desa yang terpencil Desa Lubuk Dalam OKI SUMSEL

tidak semua orang dapat melihat identitas seseorang dengan suatu penampilan melainkan suatu pandangan
ehhh benar atau tidak itulah aku
Read more »

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.